Jakarta_perisaihukum.com_Sebagai mana diketahui dalam penegakan hukum di Indonesia sering terjadi dan terlihat oleh masyarakat pencari keadilan hukum, disatu sisi hukum dianggapnya sebagai dewa penolong namun sebaliknya hukum kadang sering terlihat oleh sebagian masyarakat adalah seperti Momok suatu hal yang menakutkan, walaupun sejatinya hukum seharusnya bersifat netral melindungi, namun kadang sebagian masyarakat setiap pencari keadilan atau kepada pihak yang sedang mengalami konflik, sering kali merasa terzolimi dan hal ini terjadi dalam perkara hukum itu sendiri yang bersifat diskriminatif, seakan ada keberpihakan kepada yang kuat dan berkuasa, terlebih dengan berkenaan maraknya yang terjadi Fenomena ” Salah hukum (abuse of justice) dalam suatu perkara penegakan hukum, tentunya akan melukai rasa keadilan terhadap masyarakat yang mengalaminya.
Dalam kesempatan ini Pengamat Hukum” Ambrosius Benboy. SH, mengatakan “Terjadinya Salah hukum, yang kerap dilakukan oleh aparat penegak hukum, yang mana hal itu bisa terjadi karena adanya kekeliruan menerapkan suatu Pasal KUHP, suatu perkara, terhadap seseorang yang diduga sebagai pelaku kejahatan, dan kesalahan itu bisa saja terjadi yang diduga ada unsur kesengajaan atau karena khilaf, maka si tertuduh menjadi korban “Miscarriage of Justice, suatu kondisi hukum di mana seseorang yang tidak bersalah diproses atau bahkan dihukum pidana padahal ia tidak bersalah atau tidak ada tindak pidana yang dilakukan namun proses penegakan hukum telah mengarahkan pada dirinya sebagai pelaku kejahatan” Ujarnya Minggu 26 Mai 2024.
Oleh karena itu disinilah timbul tantangan dalam penegakan hukum di Indonesia, sejauh mana hukum itu memandang apabila terjadinya suatu kasus kesalahan seperti salah hukum (abuse of justice), apakah sanksi bagi pejabat penegak hukum jika itu terjadi salah hukum juga bagaimana dengan status hukum si korban akibat terjadinya salah hukum?
Lebih lanjut Pemerhati Publik dan kebijakan hukum Ambrosius Benboy SH., menjelaskan” Seyogyanya jika pejabat penegak hukum melakukan sesuatu kesalahan dalam proses peradilan yang dilakukannya dengan kesengajaan, maka baginya berhak untuk dikenakan sanksi, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, namun, jika kesalahan itu dilakukan karena khilaf, maka sanksi baginya tidak berlaku kecuali ditemukan bukti baru, dan bagi korban, berhak untuk memperoleh kompensasi dan rehabilitasi sebagai akibat dari kesalahan aparat tersebut dan menurutnya ada banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya salah hukum, yang di antaranya adalah ketidak kemampuan aparat hukum ? atau ketidakmauan aparat hukum?
Dengan demikian mengingat banyaknya fenomena penegakan hukum yang salah tangkap dan sampai saat ini pun seperti nya masyarakat masih belum mampu untuk melakukan terobosan baru dalam upaya hukum kepada yang melakukan kesalahan, untuk di mintai pertanggung jawaban, seperti kepada pejabat penegak hukum, baik itu kepada pihak kepolisian, kejaksaan maupun hakim itu sendiri, Benboy menyebut mungkin hal tersebut bisa di asumsikan rasa takut atau dikarenakan phobia dalam benak masyarakat terhadap aparat ” Tutupnya. ( Red )
You may have missed
Oktober 10, 2024