
Jakarta, perisaihukum.com
Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (Pewarna Indonesia) menyikapi teror yang dialami Wartawan Tempo Francisca Christy Rosana beberapa waktu lalu.
Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus yang dialamatkan ke Wartawan Tempo tersebut, juga menarik perhatian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (LSP) dengan meminta Baresrim untuk menyelidikinya.
Menurut Pewarna Indonesia, teror semacam ini ancaman serius bagi tugas wartawan atau jurnalis yang dilindungi undang-undang. Termaktub dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan penjaminan sebagai hak asasi warga negara Pasal 4 UU Pers.
Pewarna Indonesia mendukung pernyataan Dewan Pers, bahwa teror terhadap jurnalis dan karya jurnalisme jelas-jelas melanggar hak asasi manusia, karena hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia paling hakiki.
Dalam pengungkapan ancaman terhadap wartawan Pewarna Indonesia berdiri bersama Dewan Pers dan Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) meminta agar aparat penegak hukum mengusut tuntas pelaku teror tersebut. Jika dibiarkan, ancaman atau teror seperti ini akan terus berulang di kemudian hari.
Bagi para pihak yamg berkeberatan atas pemberitaan Pewarna Indonesia meminta mereka menempuh mekanisme yang sudah diatur dalam UU Pers.
Berdasarkan data Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sepanjang tahun 2024 terjadi 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 87 kasus. Namun, kualitas kekerasannya meningkat karena ada jurnalis yang tewas terbunuh.
Beberapa kasus kekerasan terhadap jurnalis pada tahun 2024, di antaranya:
Wartawan Rico Sempurna Pasaribu, jurnalis Tribrata TV, tewas dalam kebakaran rumahnya pada Juni 2024. Kebakaran ini diduga terkait pemberitaannya soal judi.
Pemimpin Redaksi Floresa, Herry Kabut, ditangkap polisi saat meliput aksi protes warga Poco Leok.
Kantor redaksi media Jubi di Jayapura, Papua mengalami serangan teror bom molotov pada 16 Oktober 2024.
Mobil jurnalis Tempo, Hussein Abri Dongoran, dirusak orang tidak dikenal (OTK) pada 5 Agustus 2024.
Selain itu, IFJ mencatat sebanyak 516 jurnalis di penjara pada 2024, meningkat sekitar 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa jurnalisme adalah profesi penting namun berbahaya.
Sumber : PP Pewarna Indonesia
Report : Jp