Probolinggo : Perisaihukum.com
Aisyiyah berpartisipasi dalam Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan (Munas Perempuan) yang berlangsung Di pendopo Desa Bladu Kulon Kecamatan Tegal siwalan kabupaten Probolinggo Jawa Timur. 16 – Juli – 2024
Acara yang berlangsung secara hybrid dengan diikuti oleh Beberapa Narasumber, Muhammad Arham SH. Tenaga Ahli PMD Kabupaten Probolinggo Agustini,
Ketua PKK, Disabilities 2 Orang, Bidan Desa ibu eka Jarmiati.
Kader BSA, Tokoh Masyarakat, Ketua BPD Desa Bladu Kulon Dan Segenap Pemerintah Desa Bladu Kulon kecamatan Tegal siwalan kabupaten Probolinggo Jawa timur.”
Kegiatan yang juga bersinergi dengan KemenPPPA dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS ini merupakan hasil konkret dari upaya kolaboratif antara organisasi masyarakat sipil yang bekerja untuk perempuan dan kelompok marginal, pemerintah, dan mitra pembangunan untuk mendorong proses perencanaan pembangunan yang inklusif dan berkesetaraan gender, sehingga tidak ada seorangpun yang tertinggal.
Munas Perempuan ini dimaksudkan untuk menjamin agar suara dan aspirasi perempuan, khususnya yang berasal dari kelompok marginal dapat diakomodasi dalam proses perencanaan pembangunan. Selama ini, partisipasi yang bermakna masih menjadi tantangan dalam proses perencanaan pembangunan. Aspirasi perempuan dan kelompok marginal seringkali luput disebabkan adanya ketertindasan berlapis yang disebabkan oleh konstruksi patriarki, ketimpangan ekonomi, hegemoni mayoritas, dan letak geografis.
Dalam kesempatan tersebut ‘Aisyiyah mengangkat isu mengenai Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) Perempuan dan Remaja. Agustini Dan Muhammad Arham SH. , Koordinator Program INKLUSI ‘Aisyiyah menyampaikan bahwa isu HKSR menjadi penting dibahas dalam salah satu agenda Munas Perempuan karena akar dari Angka Kematian Ibu di Indonesia, Angka Kemtian Bayi, kekerasan seksual, kehamilan tidak dikehendaki, dan masih tingginya pernikahan anak dan stunting adalah dari minimnya akses kesehatan seksual dan reproduksi dari pendidikan maupun layanan.
“Perempuan dianggap bertanggung jawab atas tubuhnya sendiri sehingga isu HKSR dianggap tidak penting, oleh karena itulah pentingnya kita mendesakkan usulan tentang kebijakan terkait HKSR ini,” tegas Arham
Dalam kesempatan tersebut Agustini memaparkan mengenai berbagai permasalahan HKSR yang dialami oleh semua perempuan dan remaja terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil, terpencil, miskin serta perempuan di daerah pedesaan dan perkebunan. Akses kesehatan yang sulit dijangkau karena faktor geografis menurut Agustini juga tidak diimbangi dengan ketersediaan layanan kesehatan Pustu atau Poskesdes yang layak maupun layanan praktik bidan desa yang terintegrasi dengan layanan BPJS.
“Kondisi tersebut salah satunya mengakibatkan masih banyak perempuan yang enggan melakukan pemeriksaan kesehatan dan ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan karena tidak dapat menjangkau layanan kesehatan di puskesmas.”
Agustini juga menyoroti minimnya layanan maupun edukasi bagi perempuan agar melakukan deteksi dini kanker payudara maupun kanker serviks yang merupakan penyakit kanker penyebab kematian terbesar pertama dan kedua bagi perempuan. Remaja di Indonesia juga menghadapi permasalahan serius terkait HKSR yakni kehamilan yang tidak dikehendaki, dan sulitnya akses layanan kesehatan serta rentan melakukan aborsi tidak aman.
“Kita harus mengupayakan agar anak-anak kita yang mengalami KTD tetap mendapatkan layanan kesehatan hak-hak untuk mendapatkan layanan kesehatan ini juga menjadi penting,” terang Agustini
‘Aisyiyah disebut Muhammad Arham SH. juga mendorong keterlibatan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat untuk bersama mengatasi permasalahan HKSR ini dengan menjadi tokoh yang dapat memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi di lingkungannya. Isu HKSR disebut MUHAMMAD ARHAM bukan suatu hal yang tabu. Tidak seharusnya pendidikan terkait HKSR dianggap mengajarkan seks bebas kepada para remaja.
“Permasalahan kespro bukan semata-mata pada informasi dan kurangnya edukasi dan layanan tetapi di Indonesia juga terkait interpretasi agama, mitos, adat yang sangat kuat. Bagiamana kami melibatkan tokoh agama dalam menyediakan HKSR ini,” terang Muhammad arham
Dalam sesi pemaparan tersebut ‘Aisyiyah kemudian mengusulkan berbagai masukan bagi perencanaan pembangunan untuk mengatasi berbagai permasalahan terkait isu HKSR.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA), sangat mengapreasiasi Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan ini dan ia mendukung sinergi berbagai pihak untuk memastikan perencanaan pembangunan yang memberikan perhatian pada perempuan dan anak. “Mari kita memiliki komitmen bersama untuk memperjuangkan hak perempuan dan anak untuk mewujudkan perempuan dan anak dapat menikmati pembangunan yang setara dengan laki-laki sebagaimana diamanatkan konstitusi negara kita.”
Perempuan termasuk Wulandari menempati separuh penduduk Indonesia, demikan juga anak yang mengisi sejumlah populasi Indonesia. “Artinya perempuan dan anak merupakan SDM yang sangat penting bagi bangsa dan negara kita, mereka harus mampu menjadi aktor dari pmbangunan yang ikut merencanakan, ikut melaksanakan, dan ikut menikmati hasil pembangunan.
Namun menurut Wulandari hingga saat ini masih banyak permasalahan perempuan dan anak yang masih dihadapi di berbagai sektor dan bidang pembangunan. Ketimpangan gender masih menganut adanya ketimpangan bagi perempuan dan anak dan tidak terlepas dari norma-norma sosial budaya patriarki.
Oleh karena itu, kualitas perencanana pembangunan harus ditingkatkan, diperkuat, dan dipastikan terjadi hingga tingkat akar rumput. “Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas perencanaan adalah dengan meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat dalam perencanaan khususnya bagaimana akses mereka terhadap program kebijakan, program pembangunan, akses, kontrol, dan partisipasi mereka, dan apakah mereka benar-benar merasakan manfaat pembangunan,” tegas Wulandari
Penulis : Rul