Banjarmasin – perisaihukum.com – Sebagai mana diketahui Publik saat ini dan khususnya masyarakat Banjarmasin juga para pelaku Usaha UKM, merasa sedih dan turut prihatin juga tercengang mendengar adanya perkara satu keluarga Petani berhutang kepada Bank BRI harus berurusan dengan jeruji besi karena hutang piutang yang sempat macet karena dampak Pandemi Covid 19, dan sudah lunas di bayarkan sebelum jatuh tempo atau tenor selama pinjaman harus berhadapan dengan ketidak adilan yang dilakukan oleh para pemangku kebijakan hukum dan lebih mirisnya lagi Keluarga Petani ini dikenakan UU Tipikor ” Ujar Habib Muhcdar Hasan Assegaf ” Rabu 3 Juli 2024.
Patut dipertanyakan dalam penegakan hukum seperti ini” Tangan Tuhan yang bekerja atau tangan apa ? keluarga petani ini merasa dirinya terzolimi, oleh apa yang dilakukan para pemangku kepentingan di dalam penegakan hukum !
*Diberitakan sebelumnya !!!*
Merasa Ada Ketidakberesan Proses Hukum, Satu Keluarga Terdakwa Kasus Pinjaman SimPedas BRI Mencari Keadilan https://koranbanjar.net/merasa-ada-ketidakberesan-proses-hukum-satu-keluarga-terdakwa-kasus-pinjaman-simpedas-bri-mencari-keadilan/
Sebagai pemerhati publik dan kebijakan hukum menyampaikan” di Indonesia, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan tulang punggung ekonomi daerah yang mencakup mayoritas bisnis masyarakat menengah kebawah juga menyerap dan mempekerjakan sebagian besar tenaga kerja, dan untuk diketahui Pandemi COVID-19 membawa tantangan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, kendati demikian gangguan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi secara signifikan meningkatkan kerentanan finansial dalam sektor UKM, dimasa Pandemi intervensi pemerintah dalam mendukung sektor UKM, langkah pertama adalah subsidi bunga/margin yang dimaksudkan untuk mengurangi biaya pinjaman bagi UKM, sehingga mencegah gagal bayar pada pembayaran pinjaman yang bertujuan mendorong Indonesia untuk mengimplementasikan paket stimulus ekonomi yang ditargetkan untuk menstabilkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Sebagai mana diberitakan sebelumnya, terdakwa dihadapan Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim secara bergantian membacakan pledoi nya, terdakwa Andi Syamsul Bahri dalam pledoi nya menyampaikan antara lain tentang pinjamannya pada BRI Guntung Payung melalui UMKM Simpedes yang tertunda pembayarannya karena pandemi Covid namun karena itikad baiknya berhasil melunasi pinjaman sebelum tenor dan di dalam perjanjian antara dirinya dengan Pihak BRI waktu pelunasan yang ditetapkan adalah bulan November 2023 dengan agunan surat tanah ,walau demikian pada bulan juli 2023 semua hutang tela dilunasinya.
Perlu untuk di ingat bahwa Presiden Joko Widodo secara resmi menetapkan COVID-19 sebagai bencana nasional, penetapan itu dinyatakan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional, juga Presiden Joko Widodo meminta relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 diperpanjang hingga 2025, yang semula kebijakan ini seharusnya berakhir pada Maret 2024 sejak berlaku pertama kali pada Maret 2020 akibat pandemi Covid-19.
Lebih lanjut Dewan Kehormatan Lembaga Adat Dayak Kalimantan Selatan (DAD) ” Habib Muhcdar Hasan Assegaf juga merupakan sebagai Dewan Pembina di Lembaga Organisasi Persaudaraan Timur Raya ( PETIR) menjelaskan terkait perkara ini juga perlu untuk melihat aturan Yurisprudensi MA terkait hal tersebut yang diatur dalam Yurisprensi No. No. 4/Yur/Pid/2018 menyebutkan:“ Para pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat secara sah bukan penipuan, namun wanprestasi yang masuk dalam ranah dipidana, tapi dapat dituntut secara perdata untuk meminta ganti kerugian.
Sebab dalam himbauannya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berulang kali menyebut soal restoratif justice atau keadilan restoratif, meminta penyidik memiliki prinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum dan mengedepankan restoratif justice dalam penyelesaian perkara,oleh sebab itu ini menjadi suatu keprihatinan bersama” Ko bisa ya hanya seorang keluarga Petani di masa kredit atau Tenornya sudah terlunasi bisa di sangkakan mereka satu keluarga dengan Delik UU Tipikor, ini dari mana aturan hukumnya ” Ucap Habib Muhcdar.
Oleh sebab itu Habib Muhcdar menghimbau kepada Pemangku Kebijakan Hukum seperti Kapolda dan juga Kajati Kalimantan Selatan, untuk meninjau kembali dan meluruskan terkait Perkara ini, sebab dalam pendapatnya Habib Muhcdar mengatakan” Penjatuhan pidana korupsi kepada seorang petani yang juga sebagai nasabah bank akan menimbulkan ketidak percayaan publik atau masyarakat pada umumnya pada Bank tersebut, juga akan menjadi standar ganda dalam penyelesaian kredit macet pada bank yang dibiayai dari keuangan Negara.
Bagaimana mungkin kasus perdata hutang piutang kredit yang dinilai wanprestasi bisa dikenakan UU Tipikor kepada keluarga Petani, terlebih sangkaan itu dijatuhkan saat sudah dibayarkan lunas seluruhnya oleh keluarga si Petani “Seyogyanya di dalam penyelesaian kredit macet dilakukan berdasarkan UU Hak Tanggungan dimana jaminan hak atas tanah debitur dijadikan sebagai jaminan dalam pelunasan hutangnya, seharusnya hukum atau undang-undang harus diberlakukan mengikat secara umum tidak dipilah-pilah agar terjadi kepastian hukum, Oleh sebab itu Habib Muhcdar menilai dakwan penuntut umum kabur (obscuur libel), sehingga patut dibatalkan demi hukum
Yang seharusnya sebagai penegak hukum tentunya mereka sudah sangat jelas di sumpah dengan sumpah jabatan yaitu akan mengayomi, melayani dan melindungi masyarakat Indonesia, namun Kenap hal seperti ini bisa terjadi, jadi sungguh disayangkan dan menjadi keprihatinan kita bersama, terkait perkara penegakan hukum yang terjadi di kota Banjarmasin dan ini harus di luruskan memberikan rasa keadilan kepada masyarakat yang lemah akan Hukum ” Tutup Habib Muhcdar.