JAKARTA,- perisaihukum.com – Profesor Hadi S. Alikodra adalah pakar konservasi Indonesia.
Namanya kerap muncul tiap kali kita mencari referensi penelitian terkait satwa liar dan hutan Indonesia.
Bukan hanya mahasiswa yang menjadikan pemikirannya sebagai rujukan, para peneliti pun tidak mau ketinggalan.
Jangan tanyakan pula penelitian mengenai badak sumatera dan badak jawa, otomatis namanya akan berada di urutan teratas.
Menurut Alikodra, konservasi memiliki 3 dimensi.
Pertama, melindungi unsur-unsur keanekaragaman hayati [flora fauna dan ekosistemnya].
Kedua, melestarikan setiap keragaman hayati yang ada dalam ekosistem.
Ketiga, memanfaatkan secara bijak.
Agar konservasi terlihat jelas manfaatnya maka dibentuklah taman nasional.
Guru Besar Ilmu Pelestarian Alam dan Pembinaan Margasatwa Fakultas Kehutanan IPB ini masih aktif mengajar Etika dan Moral Lingkungan, Analisis Kebijakan Konservasi, Pengembangan Ekowisata, dan Administrasi Lingkungan.
Alikodra juga produktif menulis, sebanyak 8 buku bertema konservasi dan ekowisata adalah hasil karya nyatanya.
Nama Hadi S. Alikodra selalu melekat dalam dunia konservasi Indonesia.
Hal yang paling mengesankan adalah, namanya kerap muncul tiap kali kita mencari referensi penelitian terkait satwa liar dan hutan Indonesia.
Bukan hanya mahasiswa yang menjadikan pemikiran Alikodra sebagai rujukan, para peneliti pun tidak mau ketinggalan.
Contoh, ketika mencari referensi mengenai mentilin [Cephalopachus bancanus] atau Horsfield’s Tarsier, primata dari keluarga Tarsiidae, maka nama Alikodra muncul.
Begitu juga ketika kita mencari riset mengenai kedih, primata berwajah sedih dalam Famili Cercopitecidae, yang endemik Sumatera dan sukar ditemukan, lagi-lagi nama Alikodra hadir.
Jangan tanyakan pula penelitian mengenai badak sumatera dan badak jawa, otomatis namanya akan berada di urutan teratas.
Profesor. Dr. Ir. H. Hadi Sukadi Alikodra, MS, lahir di Cirebon, 5 Februari 1949, meyelesaikan studinya di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor [IPB] tahun 1974.
Program Pascasarjana IPB bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, dengan gelar Magister Sains, diselesaikannya pada 1978.
Sementara, gelar Doktor dengan predikat cum laude, diraihnya tahun 1983.
Sejak 1988, Ketua Yayasan Badak Sumatera periode 2000-2006 ini, diangkat menjadi Guru Besar Ilmu Pelestarian Alam dan Pembinaan Margasatwa Fakultas Kehutanan IPB.
Tahun 1974, ketika lulus dari kampus IPB, ia berkeinginan menjadi dosen.
Kemudian ia mendaftar mengajar statistik yang ternyata posisi tersebut telah terisi.
Namun, peluang lain terbuka untuk menjadi dosen pembinaan margasatwa, semacam pembina satwa liar atau manajemen satwa liar.
Saat itu dirinya berpikir, saya bakal tersesat jauh dari harapan saya, tapi kini justru saya merasa di jalan yang benar, di dunia konservasi.
Sejak tahun itu juga, didukung Kementerian Kehutanan, ia menjelajah hutan dengan didasari keinginan kuat: ingin tahu apa isinya hutan, apa maknanya, dan apa nilai pentingnya bagi kehidupan kita, sebgaai manusia paparnya.
Kemudian ia memulainya dari ujung Blambangan, Jawa Timur, hingga hutan Papua.
Ketika mendengar kabar keberadaan harimau jawa, ia langsung datangi hutan Taman Nasional Meru Betiri, yang ternyata jejaknya tidak ditemukan lagi.
Harimau jawa [Panthera tigris sondaica] secara ilmiah telah dinyatakan punah sejak 1970-an.
IUCN Red List menegaskan statusnya Extinct atau Punah tahun 1980.
Saat ini Dunia Konservasi dikagetkan oleh postingan di IG (Instagram) Pet Shop Pets Ministry di Jalan Dr Wahidin No 90 Semarang, milik Tjioe Rudy Tiawarman
yang menawarkan anakan Harimau Benggala.
Dalam video berdurasi satu menit Rudy (penjual) menjelaskan, bahwa itu anakan Harimau Emas, yang biasa dikenal sebagai Harimau Strawberry, namun bagi para Rimbawan dan pelaku konservasi pasti paham tidak ada jenis Harimau Emas atau Harimau Strawberry, karena ciri anakan Harimau yang dipamerkan untuk dijual di IG tersebut jelas anakan Harimau Benggala.
Terkait dengan hal tersebut, Prof, Dr. Ir. Hadi.S Alikodra menggapinya sebagai berikut, kita mesti cek status dan legalitas yang menjual, jenis apa…??
kenapa malakukannya…?!
Prinsipnya. Kita masih diatur dengan UU 5 KSDAE Larangan Memelihara Satwa atau Hewan Liar Dilindungi Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya menyebutkan adanya larangan memelihara satwa atau hewan liar dilindungi yang diatur dalam pasal berikut :
Pasal 21 ayat 2 Setiap orang dilarang untuk : menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan meperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati; mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.
Ia juga menghimbau Agar Rimbawan bergerak untuk menyetop hal ini, dan kepada aparat penegak hukum harus segera bertindak pungkasnya.
(D.Wahyudi)