Bogor, perisaihukum.com
Temu Kebangsaan Orang
Muda (Tembang) adalah ruang pertemuan orang-orang muda di
Indonesia. Forum ini diprakarsai oleh lima lembaga yakni, Komisi Kepemudaan Konferensi
Waligereja Indonesia (KOMKEP KWI), Jaringan Gusdurian (JGD), Biro Pemuda dan
Remaja Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (BPR PGI), Aliansi Nasional Bhinneka
Tunggal Ika (ANBTI), dan Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pemuda Hindu (DPN
PERADAH). Sejak 2016, Tembang hadir untuk mempertemukan aktor-aktor gerakan orang
muda yang berasal dari latar belakang berbeda, untuk mendiskusikan tantangan, memetakan
strategi dan merumuskan solusi sebagai buah pikir bersama. Hingga 2023, Tembang telah
memiliki enam angkatan dan menghasilkan lebih dari 500 orang Alumni Tembang yang
memiliki perspektif keberagaman.
Alumni Tembang mempunyai komitmen untuk terus mendorong penyelenggaraan ruang
pertemuan ini sebagai upaya merawat keberagaman dan menciptakan orang muda yang peka
terhadap isu kebangsaan yang berkembang. Berbeda dari penyelenggaraan tahun sebelumnya,
metode penyelenggaraan Temu Kebangsaan Orang Muda 2023 terdiri dari: keynote speech,
seminar, talkshow, dan bermain peran (roleplay) sesuai dengan isu yang sedang berkembang
di Indonesia pada masa sekarang, yaitu Demokrasi Digital, Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan, hingga Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI).
Forum Temu Kebangsaan (Tembang) Tahun 2023 telah dilaksanakan selama tiga hari, 14-16
Juli 2023, di Pondok Remaja Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Cisarua, Bogor.
Tema tahun ini dipilih karena melihat pesta demokrasi semakin dekat dan perlu adanya
penanaman nilai perdamaian dan inklusivitas di ruang digital. Erna Samosir, selaku ketua
panitia Tembang 2023 menyatakan, ”Kami berharap para peserta Forum Tembang 2023 ini
dapat berkontribusi aktif dalam membangun demokrasi digital yang kritis, sistematis dan
membawa manfaat bagi kehidupan bersama, karena peran orang muda sangatlah diperlukan
dalam menciptakan keberpihakan terhadap isu sosial (gender, disabilitas, politik identitas,
dan inklusivitas) di sekitarnya”.
Dari sekitar 150 pendaftar, ada 90 orang yang dipilih melalui seleksi berkas dan wawancara.
Pelaksanaan seleksi wawancara diperlukan untuk mengetahui kesiapan dan komitmen calon
peserta dalam mengaktualisasikan nilai dan pengalaman yang mereka peroleh selama acara
berlangsung terutama di komunitas mereka masing-masing.
Para peserta berasal dari lembaga
yang menginisiasi forum Tembang, hingga masyarakat umum. Selain itu, para peserta tidak
hanya hadir dengan keragaman agama/keyakinan, suku, gender, tapi juga asal daerah yang
beragam. Tidak hanya berasal dari JABODETABEK, tahun ini para peserta Tembang 2023
juga datang dari berbagai wilayah, ada yang berasal dari Bali, Kalimantan, Ambon, hingga makasar
Pada sesi sambutan pembukaan, Romo Frans Kristi Adi Prasetya, selaku Steering Comitee
Tembang pada Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (Komkep KWI)
menyampaikan sebuah pesan dengan mengutip kalimat Paus Fransiskus, “kamu boleh
bertanya siapa aku, siapa aku. Tapi mulailah sekarang bertanya, untuk siapa aku ada.”
Berikutnya, ia menambahkan agar kita semua tidak terjebak pada algoritma digital yang
mempolarisasi para pengguna internet, “Jangan sampai di tengah kebebasan digital ini, aku
yang semakin otonom, „aku klik maka aku ada‟, justru makin terkurung dalam algoritma
digital yang semakin membuat aku egois, terkotak-kotak, lalu abai pada kemanusiaan,
penderitaan sesama, dan ketidakadilan.”
Adapun narasumber yang dihadirkan merupakan para ahli di bidangnya. Keynote Speaker
kali ini diisi oleh Abdul Gaffar Karim, Ketua Departemen Pemerintahan FISIP UGM.
Berikutnya, sesi seminar oleh Marthella Sirait, penggagas startup Koneksi Indonesia Inklusif
(Konekin), hadir dengan membawa materi mengenai inklusivitas dan tantangannya di
Indonesia dan Cakra Yudi Putra, Direktur Kemitraan Total Politik yang membicarakan topik
Demokrasi Digital.
Pada sesi Talkshow, Pendeta Jimmy Sormin, Sekertaris Eksekutif Bidang
Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (KKC PGI) hadir
dengan mendiskusikan topik Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) dan Moudy
Chyntia yang menyajikan topik GEDSI sekaligus pengalamannya bersama LSM yang ia
dirikan, Metamorfosis.
Merry Rosari Kurniawati, salah satu peserta yang merupakan representasi dari KWI yang
berasal dari Bali, menyampaikan pengalamannya saat menonton film di sesi menonton film
pendek bersama berjudul “Kos-kosan” yang menceritakan pengalaman toleransi dalam
kehidupan masyarakat, “Diskusi agama selalu penuh stigma negatif. Adanya toleransi untuk
saling menjaga untuk hari raya keagamaan sehingga acara kondusif, begitu pula dengan
budaya dan etnis.”
Di hari terakhir, peserta disibukkan dengan rangkaian acara yang dimulai dengan ibadah yang
menyesuaikan dengan agama dan keyakinan masing-masing, Outbound yang bertujuan
mengakrabkan peserta, upacara penutupan, serta penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL),
hingga perumusan poin deklarasi. Adapun poin-poin deklarasi yang telah dirumuskan
bersama oleh para peserta Temu Kebangsaan 2023 adalah sebagai berikut :
“Sebagai aksi bersama orang muda yang kritis dan berintegritas, kami orang muda
berkomitmen untuk:
1. Menggunakan hak suara kami dalam PEMILU 2024.
2. Mengimplementasikan nilai kemanusiaan dalam kehidupan.
3. Mendorong terpenuhinya kebebasan beragama dan berkeyakinan melalui kampanye
atau advokasi di media sosial.
4. Mendukung kesiapan orang muda yang inklusif dan berdaya saing secara profesional.
Kegiatan Tembang 2023 ditutup oleh Pendeta Gomar Gultom, selaku Steering Comitee
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (Ketua umum PGI), beliau menyampaikan, “Melalui
Tembang Orang Muda ini, saya mengajak kita semua memperteguh dan merawat komitmen
untuk selalu menjaga keragaman, keindahan dan kesatuan suku bangsa yang Indonesia miliki.
Dan mari berbagi ruang publik dengan rukun dan penuh damai berasaskan keadilan dan
kemanusiaan.”
Report, Jp
Related Stories
September 7, 2024