
JEMBER – Prisaihukum.com
Sebuah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) rumahan di bidang nail art yang berlokasi di Desa Keting, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, diduga telah beroperasi meskipun perizinan usahanya belum rampung. Informasi tersebut diperoleh saat tim media melakukan peninjauan langsung ke lokasi pada Jumat (19/12/2025).
Berdasarkan pantauan di lapangan, aktivitas usaha tampak berjalan sebagaimana tempat usaha pada umumnya. Sekitar 15 orang karyawan terlihat bekerja di dalam ruangan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa usaha nail art tersebut telah beroperasi secara aktif, sementara perizinan disebut masih dalam tahap proses di tingkat pemerintah desa.
Padahal, pemerintah saat ini tengah gencar melakukan penertiban terhadap pelaku usaha yang belum memenuhi kewajiban perizinan. Kebijakan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 yang mulai berlaku sejak Juni 2025, terkait penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Iqbal selaku pimpinan usaha membenarkan bahwa izin usaha yang dikelolanya belum sepenuhnya selesai.
“Untuk izin usaha memang masih dalam proses dari pihak desa, Mas. Usaha ini juga masih baru berjalan,” ujar Iqbal.
Ia menjelaskan bahwa usaha tersebut bergerak di bidang nail art atau industri kecantikan yang berfokus pada seni menghias kuku. Layanan yang ditawarkan meliputi lukis kuku, pemasangan aksesori seperti glitter, stiker, dan permata, hingga pemasangan kuku palsu (extension) menggunakan material gel maupun akrilik.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak Pemerintah Desa Keting belum memberikan tanggapan resmi. Upaya konfirmasi telah dilakukan melalui sambungan telepon dan pesan WhatsApp, namun belum mendapat respons.
Keterangan serupa juga disampaikan oleh salah seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya. Ia menyebutkan bahwa usaha nail art tersebut diketahui baru beroperasi sekitar satu minggu lebih.
Pemerintah menegaskan pentingnya kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan perizinan. Dalam regulasi terbaru, usaha yang tidak memenuhi persyaratan dasar perizinan dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari teguran hingga pencabutan izin, serta berpotensi berujung pada sanksi pidana sesuai ketentuan perundang-undangan.
Sebagai contoh, dalam Putusan Nomor 186/Pid.Sus/2021/PN Sgi, seorang individu di Provinsi Aceh dijatuhi denda sebesar Rp20 juta karena melakukan perdagangan bahan berbahaya tanpa izin usaha yang sah.
Dengan diberlakukannya sistem perizinan berusaha berbasis risiko, pemerintah berharap para pelaku usaha, termasuk UMKM, semakin memahami pentingnya kepatuhan terhadap regulasi. Ketidakpatuhan dinilai dapat menimbulkan implikasi hukum yang serius, baik secara administratif maupun pidana.
Persoalan ini pun memunculkan pertanyaan publik mengenai jenis perizinan yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha UMKM serta sanksi yang dapat dikenakan apabila usaha tetap berjalan tanpa izin lengkap. Klarifikasi dari pihak terkait diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan kejelasan bagi masyarakat.
Penulis : Hs Azhari
