
PROBOLINGGO — Perisaihukum.com
Di balik wajah teduh dan jubah putih yang kerap dianggap simbol kesucian, muncul bayang-bayang gelap yang mulai terkuak. Nama Mahrus, yang selama ini dielu-elukan sebagian masyarakat sebagai tokoh agama, kini disebut-sebut terlibat dalam pusaran dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Sosok yang dulu dikenal aktif di berbagai kegiatan keagamaan itu kini menjadi sorotan tajam publik. Ia diduga memiliki peran penting sebagai koordinator lapangan (korlap) dalam jaringan pengaturan aliran dana hibah yang semestinya digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Menurut sumber internal yang enggan disebutkan namanya, Mahrus diduga mengatur proposal fiktif, kegiatan tidak nyata, serta laporan keuangan yang dimanipulasi. Semua itu dikemas dalam narasi “amal jariyah dan dakwah sosial” untuk menutupi praktik penggerusan dana hibah.
Di balik narasi tersebut, aliran dana diduga berubah wujud menjadi bangunan mewah dan kendaraan pribadi, kontras dengan kehidupan masyarakat kecil yang masih berjuang di tengah kesulitan ekonomi.
Sejumlah aset keluarga Mahrus disebut-sebut kini berdiri megah di wilayah Probolinggo. Rumor yang beredar di masyarakat menyebut, sebagian aset itu dibangun dari dana hibah yang seharusnya digunakan untuk perbaikan madrasah dan pesantren.
Ketua Ikatan Wartawan Probolinggo (IWP), Jamaludin, mengecam keras dugaan penyimpangan ini. Ia mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menelusuri aliran dana dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat, termasuk Mahrus dan Anwar Sadad.
“KPK tak boleh ragu! Tangkap Mahrus dan Anwar Sadad serta telusuri semua aliran dananya. Kalau benar uang rakyat dijarah atas nama dakwah, itu bukan hanya korupsi, tapi juga penghianatan terhadap iman dan akal sehat. Jangan biarkan agama dijadikan tameng kerakusan,” tegas Jamaludin (22/10/2025).
Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terkecoh oleh citra kesalehan semu.
“Sudah saatnya publik sadar, tidak semua bersorban itu suci. Ada yang menjadikan surban sebagai selimut dosa. Hari Santri seharusnya menjadi momentum pembersihan moral, bukan pesta pencitraan bagi penjarah uang rakyat,” tambahnya dengan nada tegas.
Jamaludin menegaskan bahwa KPK harus berani menelusuri kasus ini hingga tuntas, bukan sekadar berhenti di tataran simbolik.
“Korupsi berbaju agama adalah luka terdalam bagi bangsa yang masih berjuang menjaga nurani,” ujarnya menutup pernyataan.
Penulis: Tim Redaksi