
Bekasi, perisaihukum.com
Pengusutan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) menjadi sorotan publik. Bagi Forum Remaja dan Mahasiswa Bekasi (Formasi), langkah KPK itu seharusnya menjadi pintu untuk membuka tabir gelap penyelenggaraan haji di Indonesia. Formasi mendesak agar Kejaksaan Agung Republik Indonesia segera menindaklanjuti laporan dugaan korupsi di UPT Asrama Haji Kota Bekasi.
Ketua Formasi, Dito, mengatakan pihaknya telah menyampaikan laporan resmi ke Kejaksaan Agung mengenai dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan dan pemeliharaan tahun anggaran 2024. Laporan tersebut berisi dokumen kontrak, analisis kerugian negara, serta bukti indikasi pemalsuan dokumen.
Laporan sudah kami serahkan ke Kejagung. Sekarang kami menunggu langkah nyata Jaksa Agung untuk memprosesnya. Jika penanganan berlarut, wajar bila publik menilai ada pembiaran,” kata Dito.
Formasi menilai akar persoalan terlihat sejak tahap perencanaan. Harga Perkiraan Sendiri (HPS) ditetapkan Rp3,4 juta per unit untuk pengadaan 304 spring bed, padahal harga pasar maksimal hanya Rp2,8 juta. Potensi mark-up ini mencapai Rp182,4 juta.
Selain itu, proyek pemeliharaan Gedung Mina E senilai Rp213 juta dan Pos Satpam senilai Rp202,4 juta dinilai tidak transparan. Kontrak tidak merinci item pekerjaan, minim dokumentasi progres, bahkan ada dugaan pekerjaan fiktif.
Dalam laporan tersebut, beberapa nama disebut. PFH, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), diduga menetapkan HPS tanpa survei pasar dan menandatangani kontrak bermasalah. MM, Kepala UPT Asrama Haji Bekasi, dinilai lalai dalam melakukan pengawasan.
Di pihak swasta, tiga perusahaan yang sama, yakni CV CR, CV CT, dan CV AA, berulang kali memenangkan paket pekerjaan. Pola ini menimbulkan dugaan adanya rekayasa pengadaan atau praktik bagi-bagi proyek.
Selain dugaan mark-up dan pola pengadaan yang tidak sehat, laporan juga memuat indikasi pemalsuan dokumen. Berita acara serah terima (BAST) disebut sudah ditandatangani sebelum barang diperiksa. Barang yang diterima pun tidak sesuai spesifikasi kontrak, antara lain spring bed dengan material kayu lapis kualitas rendah.
“Dari awal hingga akhir, persoalan ini menunjukkan pola sistematis. Bukan sekadar administrasi yang lalai, melainkan dugaan rekayasa pengadaan untuk menguntungkan pihak tertentu,” ujar Dito.
Formasi mendesak Kejaksaan Agung segera memanggil nama-nama yang diduga terlibat, baik dari unsur pejabat UPT maupun penyedia jasa, untuk diperiksa secara transparan.
“Kami menuntut Kejagung bertindak cepat. Jika tidak, kami bersama elemen mahasiswa dan masyarakat akan menggelar aksi besar-besaran. Kasus ini akan kami kawal hingga diadili di meja hijau,” tegas Dito.
Bagi Formasi, momentum pengusutan KPK terhadap kasus kuota haji di tingkat pusat harus menjadi dorongan moral bagi Kejaksaan Agung untuk bersikap tegas di daerah.
“Kasus Asrama Haji Bekasi adalah ujian kredibilitas. Publik ingin melihat penegakan hukum yang berani dan tidak pandang bulu,” kata Dito menutupnya.
Report, Red