
Jakarta, perisaihukum.com
15 Juli 2025 — Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) menetapkan empat tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang berlangsung pada tahun 2020 hingga 2022.
Keempat tersangka adalah SW (mantan Direktur Sekolah Dasar), MUL (mantan Direktur SMP), JT (Staf Khusus Mendikbudristek), dan IBAM (Konsultan Teknologi). Mereka diduga mengarahkan pengadaan TIK senilai lebih dari Rp9,3 triliun hanya kepada produk berbasis ChromeOS, yang kemudian terbukti tidak efektif, terutama di daerah 3T

Akibat praktik ini, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp1,98 triliun, terdiri dari mark-up harga dan pembelian perangkat lunak yang tidak sesuai prosedur.
Aktivis Antikorupsi Apresiasi Kejaksaan
Merespons perkembangan ini, Aktivis Kumpulan Pemantau Korupsi Banten Bersatu (KPKB), Zefferi, menyampaikan apresiasi tinggi kepada Kejaksaan Agung atas langkah cepat dan tegas dalam mengusut praktik korupsi di sektor pendidikan.
“Kami dari KPKB memberi apresiasi setinggi-tingginya kepada Kejaksaan Agung yang gercep (gerak cepat) menangani kasus besar ini. Pendidikan adalah hak anak bangsa, dan tidak boleh menjadi ladang bancakan oknum birokrat,” tegas Zefferi dalam keterangannya, Selasa (15/7).
Zefferi menambahkan bahwa kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi seluruh kementerian agar tidak menyalahgunakan kewenangan dalam pengadaan barang dan jasa.
“Apalagi kasus ini melibatkan aktor tingkat tinggi dan dilakukan dengan skema sistematis yang melibatkan manipulasi kajian teknis dan tekanan kepada pejabat di bawahnya. Ini adalah kejahatan struktural yang harus dihukum setimpal,” tegasnya lagi.
Desak Penelusuran Aliran Dana dan Pihak Swasta
KPKB juga mendorong agar penyidikan diperluas hingga ke pihak-pihak swasta dan vendor penyedia yang diduga mendapat keuntungan tidak wajar dalam proyek tersebut.
“Jangan berhenti di empat tersangka. Uang rakyat senilai hampir dua triliun lenyap. Kami ingin transparansi dan penelusuran menyeluruh, termasuk apakah ada aliran dana ke luar negeri atau ke partai politik,” tandas Zefferi.
Langkah Tegas yang Dinanti Publik
Kasus ini mencuat sebagai satu dari sekian skandal besar di sektor pendidikan yang terus menjadi sorotan publik. Kegagalan implementasi TIK di sekolah, terutama di wilayah tertinggal, telah menciptakan jurang ketimpangan digital yang justru semakin dalam.
Kejaksaan menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas. Sementara itu, publik menanti penegakan hukum yang adil, termasuk pemulihan kerugian negara serta pengembalian hak akses pendidikan berkualitas untuk seluruh anak Indonesia.
( Red)