
Perisahukum.com_Setiap agama memiliki pandangan yang mendalam tentang cinta, dan banyak ajaran yang menekankan bahwa cinta sejati tidak selalu berarti memiliki.
1. Islam: Cinta adalah Amanah, Bukan Kepemilikan
Dalam Islam, cinta harus dijalani dengan penuh ketulusan dan ketaatan kepada Allah. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Cintailah sesuatu sekadarnya saja, bisa jadi suatu hari nanti engkau akan membencinya. Dan bencilah sesuatu sekadarnya saja, bisa jadi suatu hari nanti engkau akan mencintainya.” (HR. Tirmidzi)
Ajaran Islam menekankan bahwa cinta yang tidak berlandaskan kebaikan dan ridha Allah tidak akan membawa ketenangan. Jika seseorang bukan jodoh kita, maka merelakannya adalah bagian dari iman dan takdir Allah yang lebih baik.
2. Kristen: Kasih yang Tulus dan Mengorbankan
Dalam ajaran Kristen, cinta bukan sekadar memiliki, tetapi tentang memberi dengan tulus. 1 Korintus 13:4-7 mengatakan:
“Kasih itu sabar, kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak mencari keuntungan sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.”
Cinta yang sejati adalah cinta yang tidak egois, yang mengutamakan kebahagiaan orang yang dicintai meskipun tanpa memiliki mereka secara fisik.
3. Hindu: Cinta sebagai Dharma (Kewajiban)
Dalam filsafat Hindu, cinta dikaitkan dengan dharma (kewajiban hidup). Bhagavad Gita mengajarkan bahwa cinta sejati adalah ketika seseorang mencintai dengan ketulusan tanpa terikat oleh ego dan keinginan pribadi.
4. Buddha: Melepaskan Keterikatan dalam Cinta
Dalam ajaran Buddha, cinta sejati bukan tentang keterikatan (attachment), tetapi tentang kebijaksanaan dan ketenangan batin. Cinta yang berlandaskan keinginan untuk memiliki sering kali membawa penderitaan. Oleh karena itu, mencintai seseorang berarti juga harus siap merelakannya jika itu membawa kebahagiaan bagi mereka.
Kesimpulan
Dalam berbagai ajaran agama, cinta lebih dari sekadar memiliki. Cinta sejati adalah tentang memberi, mengikhlaskan, dan menghormati kebahagiaan orang lain, bahkan jika itu berarti kita harus melepaskannya.
Penulis : Zefferi