
Jakarta, perisaihukum.com
Di tengah hiruk-pikuk pembangunan industri nikel dan ambisi besar menuju energi hijau, ada sesuatu yang luput dibicarakan: kerentanan negara terhadap mafia sumber daya alam. Kita terlalu sibuk dengan jargon hilirisasi, namun kurang memberi perhatian terhadap apa yang terjadi di balik pintu-pintu logistik tambang, jalur distribusi mineral, dan pergerakan data produksi yang masih gelap.
Indonesia, negeri dengan kekayaan mineral yang luar biasa, seharusnya berdiri dengan kewaspadaan tertinggi dalam sektor pertambangan. Namun faktanya, celah pengawasan kita masih menganga lebar. Celah ini bukan hanya masalah ekonomi, tetapi ancaman langsung terhadap kedaulatan negara.
Karena itu, sudah saatnya Presiden mengambil keputusan paling strategis: membentuk SATGAS SENYAP yang dikendalikan oleh Badan Intelijen Negara (BIN). Satgas ini bukan satgas biasa; ia harus bekerja diam-diam, terukur, presisi, dan tanpa polesan politik.
Banyak yang mengira penambangan nikel hanya mengusik bijih nikel. Padahal di banyak titik tambang, terutama di kawasan strategis, aktivitas penggalian bukan hanya mengangkat nikel saja. Secara geologis, tanah yang dibongkar berpotensi membawa mineral lain seperti :
- Emas kuning,
- Emas putih,
- Perak,
- Tembaga,
- Bijih Besi,
- Timah,
- Dan bahkan mineral berbahaya dan bernilai geopolitik tinggi seperti Uranium.
Ketika mineral-mineral itu ikut tergali tanpa deteksi dan tanpa laporan yang akurat, negara telah kehilangan haknya. Lebih buruk lagi, kita kehilangan kendali atas bahan strategis yang mestinya berada dalam pengawasan penuh negara.
Dan ironinya, kita sendiri yang membiarkan kelengahan itu terjadi. Pengawasan biasa sudah tidak relevan. Mafia SDA tidak bergerak secara biasa. Mereka bergerak :
- Dalam struktur yang tertutup,
- Dengan jaringan logistik multi-pintu,
- Dan celah hukum yang dapat dimanipulasi.
Model pengawasan administratif tidak akan mampu membongkar operasi besar yang sudah bertahun-tahun mengakar. Diperlukan pendekatan intelijen. Diperlukan kerja senyap. Diperlukan lembaga yang mampu mengidentifikasi apa yang tak kasat mata.
Inilah alasan mengapa Satgas Senyap adalah jawaban paling rasional dan paling urgen.
Fenomena pembangunan bandara di sekitar area pertambangan nikel mengundang banyak pertanyaan kritis.
- Untuk apa bandara itu dibangun?
- Siapa yang mengendalikan jalurnya?
- Dan apa saja yang keluar-masuk dari jalur itu?
Sebab bandara bukan hanya sarana mobilitas, tetapi juga bisa menjadi :
- Pintu penyelundupan,
- Jalur pengiriman material berbahaya,
- Atau lintasan pergerakan barang yang tidak terdeteksi aparat.
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Di negara lain, penyelundupan mineral strategis bahkan senjata sering terjadi melalui fasilitas udara privat. Indonesia harus belajar dari pengalaman tersebut.
Karena itu, moratorium pembangunan bandara di wilayah tambang adalah langkah minimal yang harus ditempuh. Bila negara terlena, konsekuensinya dapat langsung menyentuh keamanan nasional.
Penetapan kawasan tambang sebagai Objek Vital Nasional (Obvitnas) seharusnya memberi proteksi maksimal bagi aset negara. Namun di sisi lain, status ini juga dapat menjadi tameng dari keterbukaan informasi publik.
Di balik pengamanan yang ketat, justru bisa ada ruang gelap yang tidak tersentuh kontrol sosial. Inilah celah yang mesti diwaspadai, baik oleh Kementerian Pertahanan maupun BIN. Saat proteksi menjadi kedok, maka negara bisa terkecoh oleh skema yang jauh lebih besar dari sekadar urusan tambang.
Mafia SDA Tidak Bergerak Dalam Keributan, Mereka Bergerak Dalam Keheningan, di sinilah urgensi Satgas Senyap menjadi tak terbantahkan.
Mafia SDA bukan pencuri kelas rumahan. Mereka memiliki :
- Kecerdasan,
- Jaringan,
- Akses,
- Kapital besar,
- Dan kemampuan menyembunyikan jejak.
Mereka tidak menunggu regulasi. Mereka memanfaatkan kelemahan regulasi. Mereka bukan bergerak terang-terangan. Mereka beroperasi dalam senyap.
Maka negara harus melawan dengan kekuatan senyap pula.
Yang dipertaruhkan bukan sekadar :
- Volume Nikel,
- Nilai Ekspor,
- Atau angka Royalti.
Yang dipertaruhkan adalah :
- Kedaulatan Energi,
- Kedaulatan Mineral Strategis,
- Kedaulatan Ekonomi,
- Hingga Kedaulatan Geopolitik Indonesia.
Jika negara gagal memastikan apa saja yang digali dari bumi, dan apa saja yang dibawa keluar, maka Indonesia hanya menjadi “penonton” dalam pembongkaran asetnya sendiri.
Negara wajib hadir. Negara wajib mengawasi. Negara wajib mengendalikan. Dan negara wajib menindak setiap pihak yang mengancam kedaulatan Sumber Daya Alam.
Satgas Senyap adalah instrumen itu, alat negara untuk menutup celah mafia, memulihkan kontrol, dan mengembalikan otoritas penuh atas setiap ton mineral yang keluar dari tanah air ini.
Sejarah selalu mencatat bahwa negara yang kehilangan kendali atas Sumber Dayanya, pada akhirnya kehilangan kedaulatannya. Indonesia tidak boleh mengulang kesalahan negara-negara lain yang tumbang karena mafia SDA yang dibiarkan tumbuh tanpa perlawanan.
Sudah saatnya negara melangkah lebih jauh, lebih tajam, dan lebih berani. Satgas Senyap bukan pilihan, melainkan kebutuhan nasional. Indonesia harus menjaganya, atau orang lain yang akan menguasainya.
( Red)
