
Surabaya – Perisaihukum.com
Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang mengangkat sejumlah guru menjadi Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Kacabdin) dalam pelantikan di Gedung Grahadi, 21 November 2025, menuai kritik keras dari para pemerhati pendidikan. Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jatim dinilai melanggar regulasi Badan Kepegawaian Negara (BKN) sekaligus mengabaikan kondisi defisit guru yang kian mengkhawatirkan.
Empat posisi Kacabdin—Pacitan, Malang, Jombang, dan Gresik—diketahui diisi oleh pejabat yang berasal dari jabatan fungsional guru. Selain itu, puluhan guru lain turut dipindahkan ke jabatan struktural eselon IV seperti Kepala Seksi (Kasi) dan Kepala Subbagian (Kasubbag), padahal sekolah-sekolah negeri di Jatim sedang menghadapi kekurangan guru produktif SMK, guru IPA, Matematika, dan mata pelajaran vokasi strategis.
Di lapangan, kondisi ini membuat banyak sekolah negeri harus dipimpin oleh Plt kepala sekolah. Banyak guru juga terpaksa merangkap beban mengajar akibat minimnya tenaga pendidik.
CSIK: Pengangkatan Guru ke Eselon III dan IV Langgar Regulasi
Pengamat pendidikan dari Center for Studies on Indonesian Knowledge (CSIK), Ahmad Farhan, Ph.D, menyatakan bahwa pengangkatan guru menjadi Kacabdin maupun pejabat eselon IV tersebut menabrak regulasi kepegawaian, khususnya aturan BKN.
Ia menegaskan bahwa perpindahan dari jabatan fungsional ke jabatan struktural wajib mengikuti ketentuan dalam:
UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN,
PP No. 11 Tahun 2017 jo. PP No. 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS,
Peraturan BKN No. 11 Tahun 2022 tentang Jabatan Fungsional.
“Pengangkatan guru menjadi Kacabdin Pacitan, Malang, Jombang, dan Gresik jelas perlu dikaji ulang karena melanggar aturan BKN. Alih jabatan guru ke struktural harus melalui uji kompetensi, analisis kebutuhan jabatan, serta tidak boleh mengganggu layanan pendidikan,” tegas Farhan.
Ia menambahkan bahwa langkah Dindik Jatim dan BKD tersebut tidak sejalan dengan prinsip merit system dan berpotensi menciptakan preseden buruk dalam manajemen ASN sektor pendidikan.
Indikasi ‘Dakon Birokrasi’ dan Titipan Jabatan
CSIK juga menyoroti adanya indikasi patronase jabatan, pesanan internal, dan praktik yang mereka sebut sebagai “dakon birokrasi” dalam pengisian jabatan Kacabdin.
“Sudah menjadi rahasia umum, penempatan pejabat di Dindik Jatim tidak selalu berbasis kompetensi. Ada pola titipan dan pertukaran jabatan. Ini bertentangan dengan UU ASN,” ujar Farhan.
Menurutnya, praktik seperti ini dapat merusak profesionalisme birokrasi pendidikan serta menurunkan integritas institusi.
Gubernur Jatim Dinilai Ditelikung oleh Data Internal
Farhan menilai Gubernur Jawa Timur tidak memperoleh data yang lengkap dan objektif dari Dindik Jatim dan BKD saat menandatangani SK pelantikan.
“Pimpinan daerah hanya menyetujui berkas yang disodorkan staf teknis. Jika datanya tidak lengkap atau disusun dengan bias, keputusan gubernur otomatis terjebak. Itu yang terjadi sekarang,” jelasnya.
Ia menilai Gubernur seharusnya mendapatkan informasi mengenai:
besarnya defisit guru,
banyaknya sekolah yang dipimpin Plt,
dampak penurunan kualitas pembelajaran,
serta aturan BKN yang dilanggar dalam proses alih jabatan.
Jawa Timur Terancam Krisis Guru
CSIK memperingatkan bahwa pemindahan guru ke jabatan struktural memperparah defisit guru di Jawa Timur dan berpotensi menurunkan mutu layanan pendidikan.
Konsekuensinya meliputi:
defisit guru semakin dalam,
semakin banyak guru yang mengajar rangkap mata pelajaran,
kualitas pembelajaran SMA/SMK menurun,
bertambahnya sekolah tanpa kepala sekolah definitif,
dan terganggunya layanan publik pada sektor pendidikan.
“Yang dirugikan adalah siswa. Karena itu pengangkatan guru menjadi Kacabdin, termasuk di Pacitan, Malang, Jombang, dan Gresik, harus segera dievaluasi dan dikaji ulang,” pungkas Farhan.
Tim Red
