
Jakarta, perisaihukum.com
25 September 2025
Sekolah Tinggi Teologi (STT) IKAT Jakarta menggelar dialog kebangsaan bertajuk “Merawat Nalar Sehat Bangsa Demi Peradaban Damai” di Aula Kampus Biru STT IKAT, Jakarta. Acara ini menghadirkan narasumber Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III, S.E., M.TnL., M.Si., Senator DPD RI sekaligus tokoh muda Hindu. Dialog berlangsung secara hybrid, dihadiri peserta tatap muka di aula serta melalui platform Zoom.
Dalam sambutannya, Yusuf Mujiono, Ketua Umum Pewarna Indonesia, menyampaikan rasa bangga atas terselenggaranya dialog kebangsaan ini. Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas iman serta menilai perjumpaan dengan Arya Wedakarna sebagai kesempatan berharga untuk merawat keberagaman bangsa. “Hindu sangat menghargai agama, masyarakat, dan juga ikatan ekonomi yang saling terhubung,” ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh Dr. Jimmy MR Lumintang, MA, MBA, MTh. Ia mengapresiasi inisiatif dialog kebangsaan yang menghadirkan tokoh nasional dari kalangan Hindu. “Hari ini kita menghadirkan seorang senator DPD RI sekaligus tokoh muda Hindu. Ini momentum yang baik untuk membangun nalar sehat bangsa,” kata Jimmy.
Acara ini dimoderatori oleh Dr. Ashiong P. Munthe, M.Pd, dosen STT IKAT sekaligus Litbang Pewarna Indonesia.
Dalam pemaparannya, Arya Wedakarna menekankan pentingnya ilmu perbandingan agama dan strategi dalam menghidupi ajaran kasih. Menurutnya, baik Kristen maupun Hindu memiliki misi yang sama, yaitu menghadirkan kehidupan yang lebih baik bagi sesama. Ia juga menekankan perlunya kebijaksanaan untuk mengetahui kapan saatnya berbicara dan kapan saatnya mendengar.
“Keberimanan tidak diukur dari angka, status, atau retorika. Ia dinilai dari kualitas hidup, perilaku, kerendahan hati, serta kebermanfaatan nyata bagi orang lain,” tegasnya.
Lebih lanjut, Arya mencontohkan bahwa tanpa promosi pun, Bali mampu menarik 11 juta turis untuk berkunjung ke pura setiap tahun. Ia juga menyinggung pengalamannya memegang delapan jabatan duta perdamaian dunia internasional.
Menurutnya, tantangan generasi muda saat ini terletak pada kesehatan mental. “Merawat nalar sehat adalah bagian dari menjaga mental health. Anak muda sering rapuh, mudah terganggu hanya karena status di media sosial. Karena itu, hati-hati dalam bermedsos, jangan mudah ditebak, dan jangan menjual diri terlalu murah,” ujarnya. Ia menambahkan, jejak digital kini menjadi sangat penting, bahkan berpengaruh pada proses administrasi internasional seperti pengajuan visa.
Arya juga menegaskan bahwa anak muda Kristen perlu bangkit menjadi bagian dari gerakan global. Mereka harus bersandar kepada Tuhan, tetapi sekaligus berpikir logis, menguasai teknologi, ekonomi, budaya, dan berjiwa pancasilais.
Dalam paparannya, Arya Wedakarna juga menyinggung pernyataan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, di forum PBB yang menyebut agama paling banyak mengalami persekusi adalah Kristen. Arya menyatakan kekagumannya terhadap umat Kristen di Indonesia. “Saya kagum dengan Nasrani, mereka kuat, bukan pendendam. Saya yakin Kristen akan menjadi besar di Indonesia ini. Saat ini ada sekitar 25 juta umat Kristen di Indonesia,” tegasnya.
Ia bahkan mengusulkan analisis SWOT untuk melihat kondisi umat Kristen di Indonesia. Menurutnya, ada sejumlah provinsi yang mayoritas Kristen seperti Papua, NTT, sebagian Sulawesi, dan sebagian Kalimantan.
Lebih jauh, Arya Wedakarna menegaskan bahwa Pancasila adalah fondasi bersama yang sesuai bagi semua agama. Menurutnya, istilah panca dan sila berasal dari Weda, sehingga dapat ditafsirkan dan diterima oleh semua agama di Indonesia. “Pancasila itu cocok untuk semua agama untuk menyemai kebaikan, perdamaian, dan persatuan,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa setiap agama memiliki kecenderungan konservatif dan terbuka. Namun, dengan semangat persatuan, perubahan tidak akan merusak akar budaya. Dalam sesi tanya jawab, ia menegaskan bahwa agama dan budaya harus tetap mempertahankan ritual, serta agama seharusnya menjadi tempat yang nyaman bagi semua orang.
Menjawab pertanyaan peserta dari Zoom, Linda, terkait sekolah negeri di Bali yang belum memiliki guru agama Kristen, Arya menjelaskan bahwa hal itu terkait dengan proses administratif. Menurutnya, pihak Kristen harus mengajukan usulan resmi kepada pemerintah daerah agar ada slot khusus untuk guru agama Kristen. Ia berkomitmen untuk membantu menindaklanjuti pengajuan yang spesifik agar dapat ditangani pemerintah daerah.
Sebagai penutup, moderator Ashiong P. Munthe menegaskan bahwa Arya Wedakarna bukan sosok asing bagi komunitas Kristen, khususnya Pewarna Indonesia. Arya pernah memfasilitasi seminar nasional di Universitas Mahendradatta pada 2021 yang dihadiri lintas komunitas, termasuk Islam dan Kristen. Ia juga memfasilitasi Apresiasi Pewarna Indonesia dan perayaan ulang tahun ke-10 Pewarna Indonesia di Gedung Nusantara, DPR-MPR RI.
Ashiong kemudian merangkum pokok-pokok penting dialog ini:
Ilmu perbandingan agama perlu dikembangkan agar misi kasih antaragama saling memperkaya, bukan bersaing.
Keberimanan tidak ditentukan oleh retorika atau jumlah, melainkan kualitas hidup, kerendahan hati, dan kebermanfaatan nyata.
Generasi muda Kristen harus menjaga kesehatan mental, berhikmat dalam bermedsos, serta hati-hati dengan jejak digital.
Generasi Kristen dipanggil untuk bangkit dengan penguasaan ilmu, teknologi, ekonomi, budaya, dan tetap berpijak pada Pancasila.
Pancasila adalah titik temu nilai-nilai agama, termasuk dari Weda, untuk merawat persatuan dan perdamaian bangsa.
Dialog kebangsaan ini menjadi ruang refleksi sekaligus panggilan bersama untuk merawat nalar sehat bangsa demi peradaban damai yang berlandaskan kasih, persaudaraan, dan Pancasila.
Report, Jp