
Sampang : Perisaihukum.com
Ketua Lembaga Komunitas Pengawas Korupsi (L-KPK) Madura, H. Suja’i, mengecam keras tindakan Kepala Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Sampang, Kamesworo, yang diduga membentak wartawan saat dimintai konfirmasi terkait anggaran makan-minum (mamin) warga binaan.
Suja’i menyayangkan sikap tidak kooperatif Karutan Sampang yang dinilai menghambat kerja jurnalis. Padahal, kebebasan pers telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Seorang pejabat seharusnya santun dan elegan dalam menghadapi konfirmasi media. Namun, yang ditunjukkan Karutan justru arogansi,” ujar Suja’i, Kamis (4/9/2025).
Menurutnya, sikap arogan saat dikonfirmasi soal anggaran mamin menimbulkan pertanyaan serius.
“Mengapa Karutan enggan memberikan informasi yang seharusnya menjadi hak publik? Apa yang sebenarnya disembunyikan?” tegasnya.
Suja’i menambahkan, persoalan ini menimbulkan kesan minimnya transparansi di Rutan Sampang, padahal pengelolaan dana publik wajib dilakukan secara terbuka, akuntabel, dan sesuai regulasi, termasuk Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Sebelumnya, sejumlah keluarga warga binaan mengeluhkan kualitas makanan yang dinilai jauh dari layak. Beras kerap basi, lauk seadanya, bahkan ada yang tidak pantas dikonsumsi.
Padahal, berdasarkan aturan, anggaran mamin untuk warga binaan sudah ditetapkan pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, dengan standar Rp20.000–25.000 per orang per hari. Dengan jumlah penghuni rutan mencapai ratusan orang, dana yang digelontorkan setiap bulan tentu sangat besar.
Namun, fakta di lapangan berbeda. Alih-alih mendapat makanan layak, warga binaan justru menerima jatah yang memprihatinkan. Hal ini memunculkan dugaan adanya penyimpangan anggaran.
Upaya klarifikasi media pun berakhir ricuh. Saat dihubungi melalui telepon WhatsApp, Rabu (3/9/2025), Karutan Sampang, Kamesworo, diduga justru menjawab dengan nada tinggi.
“Kamu siapa? Ada keperluan apa? Kamu tahu nggak kalau saya masih baru di sini. Jangan mengada-ada,” bentaknya.
Sikap kasar tersebut dianggap mencoreng wibawa lembaga sekaligus menimbulkan kecurigaan baru.
“Kalau memang tidak ada masalah, kenapa marah-marah? Kenapa tidak membuka data?” tambah Suja’i.
Sejumlah kalangan pers menilai tindakan tersebut sebagai bentuk arogansi pejabat publik yang enggan dikritik. Padahal, konfirmasi media adalah bagian dari hak masyarakat untuk mengetahui penggunaan uang negara.
“Jurnalis bekerja untuk publik. Kalau pejabat alergi dikonfirmasi, itu justru tanda bahaya,” ujar perwakilan organisasi wartawan di Sampang.
Fenomena serupa sebelumnya juga pernah disoroti Ombudsman dan LSM di berbagai daerah, terkait lemahnya pengawasan anggaran mamin di rutan maupun lapas. Polanya hampir sama: anggaran besar, kualitas minim.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Rutan Sampang di bawah pimpinan Kamesworo belum memberikan klarifikasi resmi terkait standar makanan, mekanisme pengadaan, maupun pihak ketiga yang mengelola suplai mamin.
Publik kini menunggu jawaban: apakah anggaran makan-minum warga binaan benar-benar sampai ke dapur, atau justru berhenti di meja pejabat?. (Tim / Red)