
Probolinggo – Perisaihukum.com
Dugaan pelanggaran serius terjadi di SPBU 53.672.23 Muneng, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo. Insiden bermula dari keluhan sejumlah konsumen terkait pelayanan yang dinilai diskriminatif dan melanggar aturan. Pihak SPBU diduga lebih mengutamakan pemasok besar atau tengkulak Pertalite ketimbang masyarakat umum yang sudah mengantri panjang.” 11 Agustus 2025
Seorang konsumen yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekesalannya.
“Saya antri sudah satu jam. Motor dengan tangki besar keluar masuk berkali-kali. Yang saya lihat, pengisian tercatat Rp100 ribu, tapi yang diisikan hanya Rp98 ribu. Hanya karena uang dua ribu, saya diperlakukan seperti ini,” keluhnya.
Keluhan itu memicu kericuhan di area SPBU. Konsumen menilai hak mereka terabaikan karena SPBU lebih fokus melayani pembelian dalam jumlah besar, yang jelas melanggar aturan distribusi BBM bersubsidi.
Wartawan Diintimidasi dan Ditawari Uang Tutup Mulut
Situasi memanas ketika seorang wartawan yang tengah meliput peristiwa tersebut diduga dikejar oleh petugas SPBU. Petugas tersebut bahkan mencoba memberikan uang tunai sebesar Rp1 juta agar berita tidak dipublikasikan.
Tindakan ini mengindikasikan adanya upaya untuk menutupi dugaan penyalahgunaan distribusi BBM bersubsidi. Selain mencoreng nama baik pengelola SPBU, perbuatan tersebut diduga masuk kategori suap, yang merupakan tindak pidana.
Aturan BBM yang Diabaikan
Sesuai regulasi, Pertalite termasuk dalam kategori bahan bakar penugasan dengan subsidi dari pemerintah. SPBU wajib melayani masyarakat umum secara adil dan tidak memprioritaskan pembelian besar-besaran yang berpotensi dijual kembali untuk keuntungan pribadi.
Jika benar SPBU 53.672.23 Muneng melakukan pengisian berulang kepada kendaraan dengan tangki modifikasi berkapasitas besar, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai penyimpangan suplai yang merugikan negara dan masyarakat.
Desakan Penegakan Hukum
Peristiwa ini semestinya menjadi perhatian serius aparat penegak hukum dan pihak Pertamina. Tanpa tindakan tegas, praktik serupa akan terus merugikan masyarakat kecil yang harus mengantri lama demi BBM bersubsidi.
Masyarakat berharap kepolisian, Satgas BBM, dan manajemen Pertamina segera menggelar investigasi. Dugaan suap terhadap wartawan juga perlu diproses hukum sebagai pelajaran bahwa membungkam media adalah pelanggaran hukum dan mencederai kebebasan pers.
Kasus SPBU Muneng menjadi bukti lemahnya pengawasan distribusi BBM bersubsidi. Celah ini dimanfaatkan oleh oknum untuk mencari keuntungan pribadi, sementara rakyat kecil hanya menjadi korban permainan kotor di balik pompa BBM.
“Negara hadir” bukan hanya slogan—dalam kasus ini, negara harus benar-benar hadir melindungi hak rakyat, bukan melindungi mereka yang bermain di balik bisnis BBM bersubsidi.
Penulis: Qomaruddin / Tim