
Perisaihukum.com — Cerita Fiksi
Di sebuah warung karaoke kecil di pinggir jalan raya Lawean, tempat angin selatan berembus setiap malam, kisah cinta tak biasa tumbuh di antara denting gelas dan temaram lampu diskotik. Di sinilah MIA, seorang LC (Ladies Companion) pemandu lagu, menjadi sosok yang dikenal banyak pengunjung. Tubuhnya langsing, tutur katanya penuh wibawa, dan tawanya yang renyah menjadikannya magnet bagi siapa pun yang datang.
Namun, di balik pesona itu, tersimpan sebuah kisah yang tak semua orang tahu—kisah tentang cinta terlarang, luka, dan jalan hidup yang tak biasa.
MIA menjalin hubungan dengan Agus, seorang pengusaha tebu yang awalnya hanya mampir untuk melepas penat setelah hari yang panjang. Namun pertemuan demi pertemuan di warung karaoke itu perlahan berubah menjadi ikatan emosional yang dalam. Agus yang telah beristri, menjadikan MIA sebagai pelarian dari rumah tangganya yang mulai hambar. MIA, di sisi lain, menemukan sosok pria yang mampu mengisi ruang kosong dalam hatinya.
Istri Agus, yang dikenal dengan nama Sarmila, awalnya tak mengetahui perselingkuhan ini. Namun, kebenaran tak bisa selamanya disembunyikan. Suatu malam, Sarmila datang ke kafe tempat MIA bekerja. Di bawah langit senja dan semilir angin pantai selatan, ia berdiri di depan MIA.
“Aku tahu kalian sudah lama bersama,” kata Sarmila dengan nada tenang, tanpa amarah. “Kalau memang kalian saling mencintai, jangan terus sembunyi. Nikahi dia. Tapi ingat, menikah itu bukan hanya soal rasa. Nafkahi dia. Jangan jadi lelaki setengah-setengah.”
MIA terdiam. Tak menyangka akan menerima kata-kata sebijak itu dari wanita yang seharusnya membencinya. Campur aduk rasa dalam hatinya: malu, haru, takut, sekaligus lega. Tak pernah terbayang ia akan menjadi istri kedua, namun takdir membawa langkahnya ke sana.
Tak lama kemudian, Agus dan MIA menikah secara sah. Tanpa pesta megah, hanya akad sederhana di sebuah surau kecil dekat pantai. Setelah pernikahan itu, MIA meninggalkan dunia malam dan memilih membuka warung makan kecil bersama… Sarmila.
Dua perempuan yang pernah dipertemukan oleh satu cinta, kini justru saling menghargai sebagai sesama perempuan yang memahami luka dan makna pengampunan.
Sementara itu, kafe tempat MIA dulu bekerja hanya tinggal kenangan. Namun setiap malam, angin selatan seolah masih membawa bisikan lagu-lagu yang dulu ia nyanyikan — lagu tentang cinta, kesetiaan, dan pengampunan.
Catatan: Cerita ini adalah fiksi belaka. Seluruh tokoh, tempat, dan peristiwa dalam tulisan ini merupakan hasil imajinasi penulis dan tidak berdasarkan kejadian nyata.
Penulis : Qomaruddin