
Probolinggo — Perisaihukum.com
Pekerjaan peningkatan ruas Jalan Sukapura–Sumber (R.14), yang dilaksanakan melalui subkegiatan rekonstruksi jalan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Probolinggo, kini menjadi sorotan publik. Proyek dengan anggaran senilai Rp2.374.757.700 yang bersumber dari APBD Kabupaten Probolinggo tersebut dikerjakan oleh CV Nur Hidayah dan CV Pandu Nagari.
Namun, proyek ini diduga kuat tidak memenuhi standar kualitas sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB). Selain mengabaikan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), hasil pengerjaan pun disebut tidak sesuai spesifikasi teknis. Lebih disayangkan lagi, muncul dugaan adanya keterlibatan oknum wartawan yang “membekingi” proyek ini untuk menghalangi kontrol sosial dari masyarakat dan lembaga independen.
Hal ini diungkapkan oleh Hodik, Ketua DPC Probolinggo LSM KPK Nusantara. Ia menegaskan bahwa proyek tersebut telah mengabaikan aturan K3 sebagaimana tercantum dalam Permenakertrans No. Per.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri.
“Peraturan itu jelas mewajibkan setiap kontraktor menyediakan APD sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi para pekerja. Hal ini menyangkut keselamatan manusia dan tidak bisa ditawar. Jika hal ini sengaja diabaikan, maka kontraktor patut diberikan sanksi tegas,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hodik juga menyoroti pengerjaan teknis yang tidak sesuai standar, salah satunya pada pemasangan kanstin yang seharusnya dipasang dalam posisi berdiri atau miring, bukan tidur, serta penggunaan pasir yang seharusnya berjenis halus. Temuan ini dilihat langsung oleh pihaknya bersama awak media saat meninjau lokasi.

Yang mencengangkan, kata Hodik, muncul pula pengakuan dari seorang oknum wartawan yang menyatakan dirinya terlibat sebagai “beking” proyek tersebut.
“Kami mendengar langsung pengakuan itu saat komunikasi melalui aplikasi WhatsApp. Mereka bahkan mengajak kami bekerja sama,” ungkapnya.
Hodik menyayangkan keras tindakan tersebut dan mempertanyakan etika serta integritas oknum wartawan yang menggunakan profesinya untuk membekingi proyek yang diduga bermasalah.
“Hal seperti ini tidak bisa dibenarkan. Wartawan seharusnya menjalankan fungsi kontrol, bukan menjadi pelindung kepentingan proyek. Jika ditemukan penyimpangan, keterlibatan oknum tersebut akan merusak citra wartawan dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah,” pungkas Hodik.
Ia pun mengingatkan bahwa wartawan adalah bagian dari pilar demokrasi yang harus menjaga integritas dan berpihak pada kebenaran, bukan menjadi alat pembenar bagi penyimpangan.