
Jakarta, perisaihukum.com
Hari ini kami atas nama masyarakat peduli kesehatan, DR. dr. Siti Fadilah Supari SPJPIK) dan Komjen Pol (Purn.) Dharma Pongrekun, mengadakan pers conference dengan tujuan untuk menyerukan penolakan terhadap dominasi WHO, dalam membuat kebijakan nasional, Hotel Acacia jalan Kramat Raya no. 81 Jakarta Pusat. Sabtu ( 19/07/2025 )
Pada hari ini juga, 19 Juli 2025, WHO akan menetapkan amandemen IHR (International Health Regulation) yang berisi SOP dalam menyelesaikan masalah pandemi. Amandemen IHR ini isinya banyak merugikan negara-negara anggota, dimana sudah banyak negara anggota menolak antara lain Amerika dan Rusia serta negara-negara lain.
Mengapa amandemen itu harus ditolak :
- Definisi “PANDEMI” diubah disamakan dengan PHEIC (Public Health Emergency International Concern), dan pengobatan gen dan sel dimasukkan dalam “produk kesehatan relevan” (Pasal 1).
- Darurat Pandemi di tentukan oleh Dirjen WHO secara otoriter (Pasal 1, 12, 49).
- Beban Finansial tanpa batas, dibebankan kepada pemerintah negara anggota. (Pasal 44).
- Transparansi dan akuntabilitas: Tidak ada kejelasan siapa yang akan mengelola dana, mengaudit dan tanpa perlindungan konflik kepentingan , (pasa! 44bis).
- Versi final dari amandemen ini tidak diserahkan oleh WHO minimal 4 bulan sebelum pemungutan suara. (Pasal 55/2)|.
- Mengharuskan orang sehat yang di anggap terpapar penyakit (OTG) itu di karantina, hal ini bertentangan dengan prinsip medis. (Pasal 27).
- Memaksa operator transportasi melaksanakan “tindakan kesehatan”. (menyemprot penumpang dengan zat kimia). (pasal 24.1 (a), 24.1 (b), dan lampiran 4.1(c)|.
- Negara di wajibkan membuat undang-undang nasional sesuai dengan kemauan WHO. Ipasal 4). undang-undang ini sangat otoriter dan mengganggu kebebasan sipil. (Di Indonesia Omnibuslaw Kesehatan Pasal 446)
- Prekualifikasi dan EUA pada semua produk kesehatan harus di lakukan oleh Dirjen WHO (pasal 15, 16, 17, 18). (Monopoli)
- Amandemen ini berlawanan dengan Hak Asasi Manusia (Pasal 31.2).
Kami menolak keras:
Intervensi supranasional WHO yang mengurangi kedaulatan negara.
ist Sistem pengambilan keputusan tertutup yang mengesampingkan prinsip demokrasi dan akuntabilitas.
Penerapan kebijakan kesehatan yang meminggirkan hak masyarakat untuk memilih, bertanya, dan mendapatkan informasi yang utuh dan independen.
Kami menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk:
» Tidak menyetujui Amandemen IHR 2025.
» Melakukan kajian menyeluruh bersama masyarakat sipil, akademisi, dan ahli hukum.
» Menolak seluruh bentuk pengalihan kedaulatan kesehatan kepada lembaga internasional.
» Indonesia perlu memastikan bahwa implementasi perjanjian ini tidak mengurangi
kemampuan negara dalam mengambil keputusan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Terimakasih Atas nama Masyarakat Peduli Kesehatan. DR. dr. Siti Fadilah Supari SPJP(K)
Komjen Pol (Purn.) Dharma Pongrekun.
Report, Jerry