
Bogor, perisaihukum.com
16 Juli 2025 — Aktivis anti-korupsi dari Kumpulan Pemantau Korupsi Banten Bersatu (KPKB), Zefferi, menyoroti lemahnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ia menegaskan bahwa penyimpangan dalam anggaran tidak bisa hanya dibebankan kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sementara peran penting DPRD kerap luput dari sorotan publik.
“Sering kali ketika proyek bermasalah atau anggaran tak tepat sasaran, yang disalahkan hanya OPD. Padahal, semua ini prosesnya melibatkan DPRD dalam pembahasan RAPBD, termasuk pokok-pokok pikiran (pokir) yang diusulkan oleh anggota dewan,” tegas Zefferi kepada wartawan, Selasa (16/7).
Menurutnya, pengawasan terhadap integritas proses penganggaran daerah menjadi sangat penting mengingat praktik “titipan proyek” oleh oknum legislatif masih terjadi. Hal itu, lanjut Zefferi, berpotensi menimbulkan beban pada OPD dan membuka ruang penyimpangan.
Regulasi Sudah Jelas, Tapi Praktik Tak Sejalan
Zefferi mengingatkan bahwa dasar hukum tentang pengelolaan keuangan daerah sudah diatur dengan tegas, antara lain dalam:
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Permendagri No. 86 Tahun 2017 yang mengatur sinergi antara perencanaan pembangunan dan penganggaran, termasuk partisipasi publik.
“Kalau pokir DPRD tidak disusun berdasarkan rencana pembangunan daerah, maka itu sudah melanggar prinsip anggaran berbasis kebutuhan masyarakat. Sistem kita sebenarnya kuat. Tapi praktiknya yang masih sering dimanipulasi,” ujarnya.
Kontrol Sosial Melemah, Publik Hanya Jadi Penonton
Zefferi juga menyampaikan keprihatinannya terhadap minimnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan anggaran. Ia menyebut, dokumen perencanaan hingga realisasi anggaran seharusnya dibuka seluas-luasnya ke publik agar masyarakat tidak hanya menjadi “penonton” dari pesta anggaran para elite.
“Musrenbang sering jadi formalitas. Rakyat tidak pernah tahu mana usulan yang masuk, mana yang hilang. Kita minta keterbukaan penuh, termasuk soal pokir DPRD. Itu uang rakyat, bukan milik segelintir elite politik,” tambahnya.
Ia menyerukan kepada masyarakat sipil untuk lebih aktif memantau dan mengawal program pemerintah, serta mendorong OPD untuk berani menolak proyek yang tidak sesuai dengan arah kebijakan pembangunan daerah.
Penegasan: Jangan Ada yang Cuci Tangan
Menutup pernyataannya, Zefferi menegaskan bahwa semua pihak harus bertanggung jawab bersama terhadap anggaran publik — bukan saling lempar kesalahan.
“Kalau ingin kerja benar dan anggaran tepat sasaran, semua pihak harus terkoneksi dan terbuka. DPRD jangan hanya memanfaatkan kewenangannya, tapi cuci tangan ketika ada masalah. Kita tidak akan diam jika ada praktik anggaran semu yang menyengsarakan rakyat,” pungkasnya.
Red