SULUT, PERISAIHUKUM.COM ~ Solidaritas “Forever” merupakan tema aksi damai yang dilakukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan PC FSP KEP SPSI MINUT, di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Utara dan didepan Kantor Gubernur Sulawesi Utara, Kamis (11/07/2024).
Aksi damai ini didukung oleh semangat solidaritas dalam memperjuangkan hak-hak buruh dan pekerja serta menunjukkan kebersamaan dalam menyuarakan tuntutan terkait kondisi kerja dan ketenagakerjaan.
Tentunya, aksi damai ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan hak-hak pekerja, peningkatan kesejahteraan buruh, serta perbaikan kondisi kerja yang lebih baik. Melalui kegiatan solidaritas seperti ini, diharapkan pihak otoritas, termasuk DPRD, dapat mendengarkan aspirasi dan memperhatikan kondisi para pekerja dalam pembuatan kebijakan yang berdampak langsung.
Ada pun dua tuntunan utama yang diserukan oleh para Orator, adalah pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja dan OutSourcing dengan upah murah (HOSTUM).
“Pertama, tentang upah minimum yang kembali pada konsep upah murah. Kedua, faktor outsourcing seumur hidup karena tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing. Ketiga, kontrak yang berulang-ulang, bahkan bisa 100 kali,” kata salah satu koordinator Aksi dan juga Sekertaris DPW FSPMI Sulut Sanni Lungan.
“Itu artinya, pemerintah memposisikan diri sebagai agen outsourcing,” tegas Sanni.
Buruh juga menyoroti pesangon yang murah. Sanni membeberkan dalam aturan sebelumnya seorang buruh ketika di-PHK (pemutusan hubungan kerja) bisa mendapatkan dua kali pesangon, saat ini bisa mendapatkan 0,5 kali.
“Kelima, tentang PHK yang dipermudah. Easy hiring easy firing ditolak oleh Partai buruh dan organisasi serikat buruh KSPI . Mudah memecat, mudah merekrut orang membuat buruh tidak memiliki kepastian kerja,” ujarnya.
Pengaturan jam kerja yang fleksibel juga disorot. Lalu pengaturan cuti, menindaklanjuti tidak adanya kepastian upah, khususnya bagi buruh perempuan yang akan mengambil cuti haid atau cuti melahirkan.
“Kedelapan, adalah banyaknya perusahaan yang tidak mengikutsertakan karyawannya ke BPJS ketenagakerjaan serta BPJS Kesehatan di mana peran pengawas Ketenagakerjaan? ,” tambahnya.
“Kesembilan, dihilangkannya beberapa sanksi pidana dari UU Nomor 13 Tahun 2003 yang sebelumnya, di omnibus law cipta kerja dihapuskan,” ujarnya lagi.
Di tambah lagi sudah banyak laporan yang masuk di dinas ketenagakerjaan Sulawesi Utara terkait hak normatif karyawan yang di laporkan oleh Serikat Buruh tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan.” tegasnya
Kebijakan upah di Sulut juga disorot. Di mana kebijakan kini berubah menjadi upah murah.
“Hampir 4 tahun yang lalu kenaikan upah selalu di bawah inflasi. Bahkan di beberapa kota industri kenaikan upahnya nol persen Dan itu pun masih banyak perusahaan yang membayar upah di bawah UMP
“Kebijakan upah murah ini mengakibatkan upah riil dan daya beli buruh turun sebesar 30-40%. Dengan kata lain, dalam 5 tahun terakhir, upah riil buruh turun dan tidak ada kenaikan upah. Padahal pertumbuhan ekonomi rata-rata naik 5%,” ujarnya.
“Berarti buruh tidak menikmati peningkatan daya beli dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang hanya dinikmati orang kaya,” Tutup Sanny.
Aksi Damai ini diakhiri dengan diserahkannya tuntutan aksi Buruh yang dituangkan dalam bentuk tulisan, yang diserahkan langsung kepada keterwakilan di kantor DPRD Provinsi Sulawesi Utara, dan sekaligus tuntutan tersebut juga diterima langsung oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi Utara, ibu Rahel Ruth Rotinsulu, S.STP.,M.Si yang juga hadir di kantor DPRD Provinsi Sulut untuk mendengarkan aksi tuntutan dimaksud.
(Vera E Kastubi)