
Surabaya,Perisaihukum.com
Kabar yang memprihatinkan bagi Jawa Timur yang di berbagai media sosial di pamerkan berbagai penghargaan, tetapi rilis BPS Jawa Timur menunjukkan terjadi peningkatan prosentase dan jumlah penduduk miskin, dimana pada September 2022 sebesar 4,236 juta orang, meningkat 55,22 ribu orang terhadap Maret 2022 atau meningkat menjadi 10,49%. Disamping itu tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Jawa Timur pada Agustus 2022 sebesar 5,49 persen, meningkat sebesar 0,68 persen poin, dibandingkan Februari 2022 (4,81 persen). Data yang ada, lima provinsi dengan penambahan jumlah orang miskin terbanyak pada September 2022 dibandingkan Maret 2022, yakni Jawa Timur 55,22 ribu orang, Jawa Tengah 26,79 ribu orang, Nusa Tenggara Timur 17,55 ribu orang, Banten 15,64 ribu orang, Papua 14,2 ribu orang.
Husyairi Mathur mengatakan ini, data ini membuktikan bahwa kinerja Pemprov Jatim tidak sebanding dengan yang digemborkan bahwa Pemprov serius dan punya program untuk menekan kemiskinan dan angka pengangguran. Alih alih mengakui dan minta maaf, tetapi seperti kebiasaan Gubernur selalu terdepan untuk mengeklaim keberhasilan dan terdepan juga untuk mencari alibi dan ber apologi. Saat ini aplogi nya adalah kenaikan BBM yang baru 3 September 2022.
Politisi asal Bangkalan ini menjelaskan, persoalan mendasar Pemprov Jatim adalah ketidakseriusan dalam mengkordinasi dan memfasilitasi dalam update data kemiskinan by name by address dan terkesan hanya melempar tanggungjwab ke Kabupaten/Kota. Namun faktanya ada Kabupaten yang konsen dalam melakukan up dating seperti di Kabupaten Bangkalan tidak mendapatkan dukungan yang nyata.

Grafik perkembangan Kemiskinan Jawa Timur Masa Kepemimpinan Khiofifah – Emil
Mathur mencatat bahwa program yang di unggulkan Pemrov Jatim, adalah PKH Plus untuk lansia diatas 70 Tahun dan Jatim Puspa. PKH Plus dengan leading sektor Dinas Sosial ada tidak pernah transparan penerima by name by address, dan disinyalir sebenarnya rawan ketidaktepatan sasaran karena dinamisnya data, disamping tidak bisa menurunkan kemiskinan. Jatim Puspa berdasarkan perkembangan juga tidak optimal, baik dari jumlah sasaran maupun efektifitas programnya.
Politisi yang mantan aktivis tersebut juga menyoroti tentang Aplikasi Sinta Gelis yang di lounching di Ballroom Hotel Platinum Surabaya, Minggu (31/7/2022) malam. Namun sampai saat ini aplikasi yang dijanjikan beroperasi tahun 2022 di 7 Kabupaten dan 14
Desa tidak nampak output yang nyata. Kita mensinyalir hanya menjadi alat pejabat seremonial , untuk kepentingan pribadi dan menghambur-hampurkan anggaran. Saya mendengar tahun 2022 hanya untuk kegiatan pembuatan aplikasi, kajian di 14 Desa, dan lounching bisa habis lebih 500 juta yang hasilnya kami di komisi E tidak pernah mendapatkan laporannya. Tahun 2023 saya dengar akan ada pilot project di 14 Desa tersebut dengan anggaran operasional lebih 1 Milyar, belum operasional di Bappeda dan OPD lain, sekali lagi hanya untuk 14 Desa diluar anggaran yang telah dilaksanakan kajian dan pendataan tahun 2022. Di Kabupaten Bangkalan untuk melakukan updating by name by address, foto, indikator, dan tagging lokasi dengan jumlah lokasi ratusan desa saja hanya dengan anggaran 750 juta dan dengan hasil yang nyata dan transparan. “Kami di Komisi E meragukan keseriusan dan niat dari Program ini apalagi selalu berbicara lounching dan pilot project, pada saat masa kepemimpinan Khofifah Emil habis tahun 2023”
Senada dengan Mathur, Direktur Center for Participatory Development (Cepad) Indonesia, Kasmuin, yang pada Pilgub 2018 menjadi Sekretaris Tim Pemenangan Khofifah Emil di Sidoarjo, menilai ada kondisi dilematis di Jawa Timur, dimana dari rilis Gubernur bahwa Realisasi pendapatan dan belanja tahun anggaran 2022 Provinsi Jawa Timur mencapai 107,47 persen atau setara dengan Rp31,77 triliun, melampaui target dari yang ditetapkan Rp29,56 triliun. Sedangkan untuk realisasi belanja daerah setelah rekonsiliasi per 10 Januari 2023 mencapai Rp31,59 triliun dari target Rp33.60 triliun atau 94,02 persen. Namun kemiskinan Jatim meningkat, pengangguran terbuka meningkat, serta masyarakat tidak merasakan dari belanja puluhan triliun Pemprov Jatim. “ Terus kemana sebenarnya belanja dan aliran APBD Jatim yang lebih 30 Triliun itu” tandasnya.
Kami di bawah berikut jaringan yang selama ini juga konsen di Masyarakat dan Kemiskinan, menilai bahwa yang lebih serius dan banyak membantu masyarakat Jatim di bidang kemiskinan adalah Pemerintah Pusat dan Kabupaten, baik melalui Bantuan Sosial, Rutilahu, Sembako, dan program-program lain. Minim sekali adanya program dari Jatim yang signifikan.
Kami mengamati dan mendengar banyak aktivis, akademisi, dan teman-teman pegiat pemberdayaan yang selama ini berperan, mulai 2020 sudah banyak tidak dilibatkan Pemprov Jatim serta semakin menurun juga baik kuantitas maupun kualitas dari tahun ke tahun. Kesemuanya cenderung “dikuasai” OPD yang apabila di lihat hanya untuk menambah PTT/Honorer dari orang-orang dekat, ATK, Rapat, Bimtek dan Perjalanan Dinas. Berkebalikan yang didengung-dengungkan Gubernur dengan Pentahelix nya.
“Semoga saja Bu Khofifah dan Mas Emil sadar dan tidak terlena, karena masa kepemimpinan menurut aturan selesai tahun 2023 ini” , tambahnya.
(Srl)